Menikmati Budaya Pentas Wayang Wong
Kala berkunjung ke Kota Bengawan, jangan pernah melewatkan untuk menyaksikan pementasan wayang orang di Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari. Sebagai Kota Budaya, Solo masih rutin mementaskan pertunjukan kesenian wayang yang moncer pada abad ke-17 dan ke-18 tersebut. Paku Buwono (PB) X, memprakarsai pertunjukan wayang orang bagi masyarakat umum di Taman Balekambang, Taman Sriwedari, dan di Pasar Malam yang diselenggarakan di alun-alun.
Para pemainnya tidak hanya dari kalangan abdi dalem, tapi juga warga di luar keraton yang memiliki bakat menari. Penerimaan warga yang luar biasa membuat Gedung Wayang Orang permanen dibangun di Taman Sriwedari atau Bon Rojo pada 1928–1930. Pentas wayang orang pun terus berlanjut hingga mengalami masa-masa redup memasuki 1970an.
Gempuran teknologi membuat orang tak lagi menikmati pentas seni wayang orang yang tradisional. Jumlah penonton kian surut. Dari yang awalnya ratusan, menurun hingga puluhan bahkan belasan. Pertunjukan yang tersohor ini kemudian mati suri. Bangunan yang megah di masanya perlahan lapuk dimakan zaman.
Baru pada 2011 lalu, gedung ini mendapat perhatian dari pemerintah. Revitalisasi dilakukan guna melestarikan budaya Jawa yang adiluhung. Seluruh peralatan pendukung pementasan diperbarui. Kursi yang nyaman dan LCD untuk menerjemahkan bahasa Jawa digelar di samping panggung.
Para pelakon wayang orang ini pun sebagian telah diangkat menjadi pegawai negeri. Gaji bulanan dan tunjangan diharapkan dapat memantik semangat mereka untuk terus melestarikan kesenian tradisional. Saat ini, setiap pengunjung yang ingin menyaksikan pentas pergelaran wayang orang setiap Senin-Sabtu hanya dipungut tiket masuk mulai Rp5.000. Sebagai tambahan, penonton juga bisa menilik persiapan para wayang saat bardandan sebelum pentas. Aktivitas mereka saat memoles wajah dengan warna-warni kosmetik bisa menjadi foto human interest yang apik.