Museum RRI

Museum Penyiaran RRi
(0271) 646994
Museum Penyiaran berada di Jl. Abdul Rahman Saleh No.51, Kestalan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah, museum ini diresmikan bertepatan dengan peringatan HUT ke-68 Radio Republik Indonesia (RRI) atau Hari Radio Nasional, 11 September 2013. Museum tersebut didirikan sebagai bentuk penghormatan kepada KGPAA Mangkunegara VII, yang membentuk Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933. SRV adalah cikal bakal dari RRI Surakarta kini.
Museum Penyiaran RRI Solo diresmikan oleh Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, Rosalita Niken Widiastuti melalui video streaming dari Jakarta. Berdirinya Museum Penyiaran diharapkan dapat memelihara memori masyarakat tentang sejarah RRI di Surakarta dan penyiaran di Indonesia. Museum Penyiaran RRI sangat bersejarah. Karena melalui radio, sejarah pengumuman kemerdekaan tersiar ke seluruh wilayah Republik Indonesia pada tahun 1945 silam.
Museum Penyiaran berada di kompleks RRI Surakarta di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 51. Letaknya tak jauh dari pusat #KotaSolo. Museum ini berada di lantai dua auditorium RRI Solo dengan menempati ruangan dengan panjang sekitar 14 x 4,8 meter. Museum ini buka dari Senin – Jumat.
Untuk masuk, anda tidak perlu membayar tiket masuk. Hanya saja, anda harus izin terlebih dahulu ke pihak RRI Solo.
Masuk ke museum, anda akan melihat patung tokoh pelopor radio nasional, Mangkunegara VII. Di dalam museum ini, tertata rapi koleksi radio kuno beserta perangkat pendukung penyiaran dari masa ke masa. Ada banyak benda bersejarah dipajang di museum, seperti radio receiver merek Phillips buatan Belanda tahun 1948, alat perekam yang menggunakan pita reel buatan Belanda pada 1948, pemutar piringan hitam buatan 1948 dari Inggris, Bahkan masih tersimpan di Museum ini, sebuah alat pembangkit listrik manual yang dulu digunakan untuk menghidupkan pemancar Radio Kambing.
Radio Kambing kini diletakkan di Monumen Pers di Solo, sangat berperan besar terhadap penyiaran di masa perang gerilya tahun 1949 terutama saat Serangan Umum Empat Hari di Surakarta. Selain itu tersimpan pula kursi penyiar dari rotan dilengkapi poros besi ulir yang bisa berputar 360 derajat yang sudah ada sejak SRV berdiri.