Tradisi Ruwahan Puro Mangkunegaran
Salah satu tradisi Jawa yang masih dilakukan menjelang bulan Ramadan adalah Ruwahan. Ruwahan berasal dari kata ruwah yaitu bulan ketujuh atau sama dengan bulan Syaban pada tahun Hijriyah. Kata ruwah berasal dari kata arwah (roh) nenek moyang. Konon arti kata roh digunakan sebagai bulan untuk memperingati leluhur. Rumah itu ditandai dengan ziarah ke kuburan.
Setiap tahun Puro Mangkunegaran juga melaksanakan Tradisi Ruwahan. Biasanya tradisi ini dilakukan pada malam hari setelah tanggal sepuluh bulan Ruwah. Tepatnya dilakukan pada Kamis malam. Berdasarkan perhitungan orang Jawa, Kamis malam adalah hari yang baik.
Tradisi Ruwahan diawali dengan berdoa kepada Tuhan, dimaksudkan untuk memohon ampunan bagi para leluhur. Selain itu untuk memohon kekuatan kepada Tuhan agar Pengageng Puro Mangkunegaran diberikan kekuatan dan kesehatan untuk melanjutkan perjuangan para leluhur.
Dalam acara ini, berbagai hidangan disiapkan untuk melengkapi tradisi Ruwahan berupa hasil bumi seperti makanan, sayuran, buah-buahan, dan tabur bunga. Ubarampe atau segala keperluan upacara merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan.
Rangkaian terakhir dari Tradisi Ruwahan adalah melakukan ziarah ke makam leluhur Puro Mangkunegaran. Makam yang dikunjungi antara lain: Astana Mangadeg, Astana Girilayu, Astana Nayu Utara, Astana Kotagedhe Yogyakarta, Astana Imagiri, dan beberapa tempat penting lainnya.
Dalam Tradisi Ruwahan terdapat beberapa nilai moral yang dapat diteladani seperti akhlak terhadap Tuhan, lingkungan, dan diri sendiri. Nilai moral merupakan bagian dari nilai yang menaungi baik buruknya perilaku manusia. Ini termasuk martabat manusia dan masalah hidup dan kehidupan manusia.
Sumber: Instagram @puromangkunegaran